Cari Blog Ini

Sabtu, 26 Februari 2011

Askep Ca Nasofaring

A. Definisi
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146)

B. Epidemiologi dan etiologi
Urutan tertinggi penderita karsinoma nasofaring adalah suku mongoloid yaitu 2500 kasus baru pertahun. Diduga disebabkan karena mereka memakan makanan yang diawetkan dalam musim dingin dengan menggunakan bahan pengawet nitrosamin. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146).
Insidens karsinoma nasofaring yang tinggi ini dihubungkan dengan kebiasaan makan, lingkungan dan virus Epstein-Barr (Sjamsuhidajat, 1997 hal 460).
Selain itu faktor geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit juga sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini. Tetapi sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-barr, karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus EEB yang cukup tinggi (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146).

C. Anatomi Fisiologi Faring

Pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan oesofagus pada ketinggian tulang rawan krikoid.
Faring terbagi menjadi tiga bagian:
1. Nasofaring : bagian posterior rongga nasal yang membuka ke arah rongga nasal melalui dua naris internal (koana) :
a. Dua Tuba Eustachius (auditorik) yang menghubungkan nasofaring dengan telinga tengah. Tuba ini berfungsi untuk menyetarakan tekanan udara kedua sisi gendang telinga.
b. Amandel (adenoid) faring adalah penumpukan jaringan limfatik yang terletak di dekat naris internal. Pembesaran pada adenoid dapat menghambat aliran darah.
2. Orofaring : dipisahkan dari nasofaring oleh palatum lunak muscular, suatu perpanjangan palatum keras tulang.
1. Uvula (anggur kecil) adalah prosesus kerucut (conical) kecil yang menjulur ke bawah dari bagian tengah tepi bawah palatum lunak.
2. Amandel palatinum terletak pada kedua sisi orofaring posterior
3. Laringofaring : mengelilingi mulut esophagus dan laring, yang merupakan gerbang untuk sistem respiratorik selanjutnya. Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari bahasa yunani yaitu Pharynk.
Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang nafas dan
D. Patofisiologi
Infeksi virus Epstein-Barr dapat menyebabkan karsinoma nasofaring. Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya keberadaan protein-protein laten pada penderita karsinoma nasofaring. Pada penderita ini sel yang terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protein tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi dan mempertahankan kelangsungan virus di dalam sel host. Protein laten ini dapat dipakai sebagai petanda (marker) dalam mendiagnosa karsinoma nasofaring, yaitu EBNA-1 dan LMP-1, LMP- 2A dan LMP-2B. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya pada 50% serum penderita karsinoma nasofaring LMP-1 sedangkan EBNA-1 dijumpai di dalam serum semua pasien karsinoma nasofaring.
Hubungan antara karsinoma nasofaring dan infeksi virus Epstein-Barr juga dinyatakan oleh berbagai peneliti dari bagian yang berbeda di dunia ini . Pada pasien karsinoma nasofaring dijumpai peninggian titer antibodi anti EBV (EBNA-1) di dalam serum plasma. EBNA-1 adalah protein nuklear yang berperan dalam mempertahankan genom virus. Huang dalam penelitiannya, mengemukakan keberadaan EBV DNA dan EBNA di dalam sel penderita karsinoma nasofaring.
Terdapat 5 stadium pada karsinoma nasofaring yaitu:
1. Stadium 0: sel-sel kanker masih berada dalam batas nasopharing, biasa disebut nasopharynx in situ
2. Stadium 1: Sel kanker menyebar di bagian nasopharing
3. Stadium 2: Sel kanker sudah menyebar pada lebih dari nasopharing ke rongga hidung. Atau dapat pula sudah menyebar di kelenjar getah bening pada salah satu sisi leher.
4. Stadium 3: Kanker ini sudah menyerang pada kelenjar getah bening di semua sisi leher
5. Stadium 4: kanker ini sudah menyebar di saraf dan tulang sekitar wajah. Konsumsi ikan asin yang berlebih serta pemaparan zat-zat karsinogen dapat mengaktifkan Virus Epstein Barr ( EBV). Ini akan menyebabkan terjadinya stimulasi pembelahan sel abnormal yang tidak terkontrol, sehingga terjadi differensiasi dan proliferasi protein laten (EBNA-1). Hal inilah yang memicu pertumbuhan sel kanker pada nasofaring, dalam hal ini terutama pada fossa Rossenmuller

E. Tanda dan Gejala
Gejala karsinoma nasofaring dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu antara lain :
a. Gejala nasofaring
Adanya epistaksis ringan atau sumbatan hidung.Terkadang gejala belum ada tapi tumor sudah tumbuh karena tumor masih terdapat dibawah mukosa (creeping tumor)
b. Gangguan pada telinga
Merupakan gejala dini karena tempat asal tumor dekat muara tuba Eustachius (fosa Rosenmuller). Gangguan dapat berupa tinitus, tuli, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia)
c. Gangguan mata dan syaraf
Karena dekat dengan rongga tengkorak maka terjadi penjalaran melalui foramen laserum yang akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI sehingga dijumpai diplopia, juling, eksoftalmus dan saraf ke V berupa gangguan motorik dan sensorik. Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare yang sering disebut sindrom Jackson. Jika seluruh saraf otak terkena disebut sindrom unialteral. Prognosis jelek bila sudah disertai destruksi tulang tengkorak.
d. Metastasis ke kelenjar leher
Yaitu dalam bentuk benjolan medial terhadap muskulus sternokleidomastoid yang akhirnya membentuk massa besar hingga kulit mengkilat. Hal inilah yang mendorong pasien untuk berobat. Suatu kelainan nasofaring yang disebut lesi hiperplastik nasofaring atau LHN telah diteliti dicina yaitu 3 bentuk yang mencurigakan pada nasofaring seperti pembesaran adenoid pada orang dewasa, pembesaran nodul dan mukositis berat pada daerah nasofaring. Kelainan ini bila diikuti bertahun – tahun akan menjadi karsinoma nasofaring. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 147 -148).

C. Pemeriksaan Penunjang
a. Nasofaringoskopi
b. Untuk diagnosis pasti ditegakkan dengan Biopsi nasofaring dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung dan mulut. Dilakukan dengan anestesi topikal dengan Xylocain 10 %.
c. Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher untuk mengetahui keberadaan tumor sehingga tumor primer yang tersembunyi pun akan ditemukan.
d. Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk mengetahui infeksi virus E-B.
e. Pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 148 - 149).

D. Penatalaksanaan Medis
a. Radioterapi merupakan pengobatan utama
b. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher ( benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan serologik) , pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus. Pemberian ajuvan kemoterapi yaitu Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil. Sedangkan kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum. Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral sebelum diberikanradiasi yang bersifat “RADIOSENSITIZER”.

E. Pengkajian
a. Faktor herediter atau riwayat kanker pada keluarga misal ibu atau nenek dengan riwayat kanker payudara.
b. Lingkungan yang berpengaruh seperti iritasi bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu.
c. . Kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu dan kebiasaan makan makanan yang terlalu panas serta makanan yang diawetkan ( daging dan ikan).
d. Golongan sosial ekonomi yang rendah juga akan menyangkut keadaan lingkungan dan kebiasaan hidup. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146)
1. Aktivitas
Kelemahan atau keletihan. Perubahan pada pola istirahat; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas.
2. Sirkulasi
Akibat metastase tumor terdapat palpitasi, nyeri dada, penurunan tekanan darah, epistaksis/perdarahan hidung.
3. Integritas ego
Faktor stres, masalah tentang perubahan penampilan, menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, kehilangan kontrol, depresi, menarik diri, marah.
4. Eliminasi
Perubahan pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan eliminasi urin, perubahan bising usus, distensi abdomen.
5. Makanan/cairan
Kebiasaan diit buruk ( rendah serat, aditif, bahanpengawet), anoreksia, mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi makanan,perubahan berat badan, kakeksia, perubahan kelembaban/turgor kulit.
6. Neurosensori
Sakit kepala, tinitus, tuli, diplopia, juling, eksoftalmus
7. Nyeri/kenyamanan
Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri telinga (otalgia), rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran
8. Pernapasan
Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang merokok), pemajanan
9. Keamanan
Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, pemajanan matahari lama / berlebihan, demam, ruam kulit.
10. Seksualitas
Masalah seksual misalnya dampak hubungan, perubahan pada tingkatkepuasan.
11. Interaksi sosial
Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung (Doenges, 2000)

F. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan kompresi/destruksi karingan saraf
Tujuan : rasa nyeri teratasi atau terkontrol
Kriteria hasil : mendemonstrasikan penggunaan ketrampilan relaksasi nyeri .
Intervensi :
a. Tentukan riwayat nyeri misalnya lokasi, frekuensi, durasi
b. Berikan tindakan kenyamanan dasar (reposisi, gosok punggung) dan aktivitas hiburan
c. Dorong penggunaan ketrampilan manajemen nyeri (teknik relaksasi, visualisasi, bimbingan imajinasi) musik, sentuhan terapeutik.
d. Evaluasi penghilangan nyeri atau control
e. Kolaborasi : berikan analgesik sesuai indikasi misalnya Morfin, metadon atau campuran narkotik.

2. Gangguan sensori persepsi berubungan dengan gangguan status organ sekunder metastase tumor
Tujuan : mampu beradaptasi terhadap perubahan sensori pesepsi
Kriteria hasil : mengenal gangguan dan berkompensasi terhadap perubahan
Intervensi :
a. Tentukan ketajaman penglihatan, apakah satu atau dua mata terlibat
b. Orientasikan pasien terhadap lingkungan
c. Observasi tanda-tanda dan gejala disorientas
d. Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur
e. Bicara dengan gerak mulut yang jelas
f. Bicara pada sisi telinga yang sehat

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual muntah sekunder kemoterapi radiasi
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria hasil :
1. Melaporkan penurunan mual dan insidens muntah
2. Mengkonsumsi makanan dan cairan yang adekuat
3. Menunjukkan turgor kulit normal dan membran mukosa yang lembab
4. Melaporkan tidak adanya penurunan berat badan tambahan
Intervensi :
a. Sesuaikan diet sebelum dan sesudah pemberian obat sesuai dengan kesukaan dan toleransi pasien
b. Berikan dorongan higiene oral yang sering Berikan antiemetik, sedatif dan kortikosteroid yang diresepkan
c. Pastikan hidrasi cairan yang adekuat sebelum, selama dan setelah pemberian obat, kaji masukan dan haluaran.
d. Pantau masukan makanan tiap hari.
e. Ukur TB, BB dan ketebalan kulit trisep (pengukuran antropometri)
f. Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori, kaya nutrien dengan masukan cairan adekuat.

4. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder imunosupresi
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil :
1. Menunjukkan suhu normal dan tanda-tanda vital normal
2. Tidak menunjukkan tanda-tanda inflamasi : edema setempat, eritema, nyeri.
3. Menunjukkan bunyi nafas normal, melakukan nafas dalam untuk menegah disfungsi dan infeksi respiratori
Intervensi :
1. Kaji pasien terhadap bukti adanya infeksi
2. Periksa tanda vital, pantau jumlah SDP, tempat masuknya patogen, demam, menggigil, perubahan respiratori atau status mental, frekuensi berkemih atau rasa perih saat berkemih
3. Tingkatkan prosedur cuci tangan yang baik pada staf dan pengunjung, batasi pengunjung yang mengalami infeksi.
4. Tekankan higiene personal
5. Pantau suhu
6. Kaji semua sistem (pernafasan, kulit, genitourinaria)


http://www.fadlie.web.id/askep/askep-kanker-nasofaring9s.pdf

1 komentar: